Friday, December 13, 2013

DEIKSIS

    Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar(pembaca). Sebagai akibat studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan- tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri.  Pragmatik adalah kajian tentang penggunaan bahasa sesungguhnya. Pragmatik mencakup bahasan tentang deiksis, praanggapan tindak tutur dan implikatur percakapan. Deiksis adalah kata yang tidak memiliki referen yang tetap(tetapi berubah-ubah). Seperti kata saya, sini, sekarang. Misalnya dalam dialog antara A dan B, saya secara bergantian mengacuh kepada A dan B. kata sini mengacuh kepada tempat yang dekat dengan penutur, kata sekarang mengacuh kepada waktu ketika penutur sedang berbicara.

Tuesday, November 19, 2013

PENGARUH ISLAM DI CORDOVA TERHADAP CIKAL BAKAL PERADABAN BARAT PADA ABAD KE-12 M



 PENGARUH ISLAM DI CORDOVA TERHADAP CIKAL BAKAL PERADABAN BARAT PADA ABAD KE-12 M
 

Islam di Cordova (Spanyol)
            Sejak pertama kali Islam menginjak kaki di tanah Spanyol hingga masa jatuhnya, Islam memainkan peran yang sangat besar. Islam di Spanyol telah berkuasa selama tujuh setengah abad. Sejarah panjang Islam di Spanyol dapat dibagi dalam enam priode. Hal ini seperti yang dikemukakan Dr. Badri Yatim dalam Samsul Munir Amin (2009:168-171) sebagai berikut:

1.      Periode Pertama (711-755 M)
      Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, berbagai gangguan masih terjadi baik dayang dari luar maupun dari dalam.
      Gangguan yang datang dari dalam yaitu berupa perselisihan di antara elite penguasa. Di samping itu, terdapat beda pandangan antara Khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Adapun gangguan yang datang dari luar yaitu datangnya dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang tinggal di daerah pegunungan.

2.      Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini Spanyol berada di bawah pemerintahan Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol, tahun138 H/755 M dan diberi gelar Abdurrahman Ad-Dakhil. Abdurrahman Ad-Dakhil adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbasiyah ketika Bani Abbasiyah berhasil menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya Ad-Dakhil berhasil mendirikan Dinasti Umayyah di Spanyol.
Saat periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan baik dalam bidang politik maupun peradaban. Abdurrahman Ad-Dakhil mendirikan Masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol.
3.      Periode Ketiga (912-1013 M)
Pada periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya “raja-raja kelompok”. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar khalifah. Pada periode ini umat Islam di Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi Daulah Abbasiyah di Baghdad. Abdurrahman An-Nasir mendirika Universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki ratusan ribu buku. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran yang tinggi.
4.      Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada masa ini Spanyol sudah terpecah-pecah menjadi beberapa negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu. Bahkan pada masa ini Spanyol terpecah menjadi lebih 30 negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif yang berpusat di suatu kota seperti kota Sevilla, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Pada periode ini umat Islam di Spanyol kembali memasuki pertikaian intern. Ironisnya jika terjadi perangt saudara, ada diantara pihak-pihak yang bertikai itu meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Namun, walaupun demikian, kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana yang lain.
5.      Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat kekuatan yang dominan yakni kekuasaan Dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan Dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf bin Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di marakesy. Dan akhirnya dapat memasuki Spanyol dan menguasainya. Dalam perkembangan selanjutnya, pada periode ini kekuasaan Islam di Spanyol dipimpin oleh penguasa-penguasa yang lemah sehingga mengakibatkan beberapa wilayah Islam dapat dikuasai oleh kaum Kristen. Tahun 1238 M Cordova jatuh ketangan penguasa Kristen dan Sevilla jatuh pada tahun 1248 M. Hampir seluruh wilayah Spanyol Islam lepas dari tangan  penguasa Islam.
6.      Periode Keenam (1248-1492 M)
      Pada periode ini islam hanya berkuasa di Granada di bawah dinasti Ahmar (1232-1492 M). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman An-Nasir. Akan tetapi, secara politik dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan islam yamg merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam perebutan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang dengan ayahnya kerena menunjuk anaknya yang lain sebagai pengantinya menjadi raja. Ia memberontak dan berusaha merebut kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad bin Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdinand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah, dan Abu Abdullah naik tahta.
      Ferdinand dan Isabella akhirnya mempersatukan dua kerajaan Kristen melalui perkawinan, dan akhirnya mereka menyerang balik terhadap kekuatan Abu Abdullah. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan penguasa Kristen tersebut sehingga pada akhirnya kalah. Abu Abdullah akhirnya menyerah kepada Ferdinand dan Isabella, sedangkan Abu Abdullah hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan islam di Spanyol pada tahun 1492 M. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di wilayah ini. Walaupun isla telah berjaya dan dapat berkuasa di sana selama hampir tujuh setengah abad lamanya.

            Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil pengertian bahwa Islam masuk atau berkuasa di Spanyol selama tujuh setengah abad lamanya. Dengan peran Islam yang sangat besar, dari tahun ke tahun Spanyol mulai memperoleh kemajuan baik dalam bidang politik maupun peradaban. Walaupun selama Islam berkuasa atas Spanyol banyak gangguan-gangguan baik yang datang dari dalam maupun dari luar, Islam tetap berjaya di Spanyol serta berhasil membuat Spanyol  memperoleh kemajuan peradaban. sehingga kemajuan peradaban Spanyol Islam juga berimbas pada bangkitnya Renesans dunia Barat dan membuka lembaran sejarah baru bagi kemajuan peradaban di Eropa.
Dalam buku Sejarah kebudayaan Islam, Murodi (2003:77) menjelaskan bahwa: “Masuknya Islam ke Cordova pada tahun 711 M, membuka lembaran sejarah baru bagi kemajuan peradaban di Eropa dalam berbagai segi kehidupan”. Selanjutnya Dedi Supriadi (2008: 120) juga menjelaskan bahwa: “kemajuan peradaban di Spanyol Islam berimbas pada bangkitnya Renaisans dunia barat pada abad pertengahan sehingga dapat dikatakan bahwa Arab Spanyol adalah guru bagi Eropa”.
Berdasarkan keterangan di atas dapat diambil pengertian bahwa masuknya Islam di Cordova pada tahun 711 M, itu membuka lembaran sejarah baru bagi kemajuan perkembangan peradaban di Eropa atau berimbas pada bangkitnya Renesans dunia barat dari berbagai segi kehidupan.

Peradaban Barat
Selama tujuh setengah abad Islam berkuasa atas Spanyol. Islam memiliki peran yang sangat besar sehingga mampu membuat Spanyol memperoleh kemajuan baik dalam bidang politik ataupun peradaban. Akan tetapi, walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, namun Islam telah membidangi gerakan-gerakan penting di Eropa.
Umat Islam kehilangan segala yang pernah dimiliki. Namun terjadi di luar dugaan, ternyata bangsa yang menghancurkan Daulah Islamiyah yang berpusat di Baghdad itu, keturunannya justru menjadi pembangun dan pembela agama Islam menjadi tumbuh dan mekar kembali. Demikian juga di luar bekas kekuasaan Daulah Abbasiyah, yaitu Spanyol dan Afrika Utara, kebudayaan Islam tidak musna bahkan mengalir ke Eropa. Hal ini seperti yang dikemukakan Musyrifah Sunanto (2003:224) dalam buku Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, sebagai berikut:
Penyaluran dimulai ketika Toledo jatuh ketangan Kristen. Di Toledo terdapat pusat sekolah tinggi dan ilmu pengetahuan Islam pada masa itu. Ketika kota itu jatuh tahun 1085, orang-orang raja Alfonso VII dari Castillia belum tahu bahasa Arab dan tidak mampu mempergunakan segala peninggalan kaum Muslimin. Maka penduduk asli Andalus, yang digelari muzarobus yang telah menjadi intelektual, guru, dokter, ahli kimia, ahli filsafat dan lain-lain yang pernah bekerja sama dengan ummat islam sebelumnya, itulah yang kemudian ditugaskan untuk tetap menjalankan tugas-tugas itu namun harus mengganti agamanya dan menterjemahkannya kedalam bahasa yang dipahami. Perguruan tinggi Toledo, rumah sakitnya, perpustakaannya, laboratoriumnya masih tetap berjalan, masih tetap dengan guru-guru besar yang dulu juga, namun memakai bahasa selain bahasa Arab atau kalau bahasa Arab dipakai harus diterjemahkan kedalam bahasa yang dipahami. Dengan jalan ini murid-murid negeri Latin tumpah ruah kesana.

Berdasarkan keterangan di atas dapat diambil pengertian bahwa penyaluran ilmu pengetahuan islam atas Eropa itu melalui terjemahan dari karya-karya kaum muslimin yang berbahasa arab ke dalam bahasa yang dipahami. Hal ini dilakukan oleh muzarobus yang pernah bekerja sama dengan umat islam sebelumnya. Mengalirnya ilmu pengatahuan dan peradaban Islam ke Eropa ini tidak hanya melalui terjemahan dari karya-karya kaum muslimn saja, tetapi juga melalui perang salib. Hal ini seperti yang dikemukakan  Samsul Munir Amin (2009:180), dalam buku Sejarah Peradaban Islam, bahwa:
Dengan adanya Perang Salib ini banyak membawa keuntungan bagi benua Eropa. Perhubungan orang Kristen dengan orang Timur tengah memberikan kemajuan dalam berbagai bidang. Ketika kembali ke Eropa kapal-kapal mereka membawa barang- barang berharga seperti kain sutera, bejana dari porselin, dan lain-lain. Sedangkan jenis tumbuh-tumbuhan yang dibawa ke Eropa antara lain: sejenis biji-bijian, tanaman padi, pepohonan jeruk, semangka, bawang putih, tumbuhan obat-obatan, tembuhan yang mengandung zat pewarna dan rempah-rempah.

Selanjutnya Musyrifah Sunanto (2003:236) dalam buku Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, sebagai berikut:
Ketika tentara Salib sedang berkuasa, setiap ada pasukan Salib yang pulang kembali ke Eropa selalu membawa apa saja yang mereka temui. Apakah itu berupa buku-buku ilmu pengetahuan, alat-alat kedokteran, kompas dan apa saja hasil kemajuan ummat Islam. Demikian juga ketika terakhir kali mereka terusir dari Okka, mereka membawa lari apa yang mereka rampas dari hasil kemajuan Islam. Dengan demikian maka perang Salib merupakan salah satu dari jembatan tempat mengalirnya kebudayaan Islam ke Eropa.

Berdasarkan keterangan di atas dapat diambil pengertian bahwa perang  Salib merupakan salah satu jembatan mengalirnya kemajuan peradaban serta kebudayaan Islam ke Eropa. Tentara perang Salib membawa apa saja yang ditemukan dari peristiwa perang salib tersebut, baik itu berupa ilmu pengetahuan, tumbuh-tumbuhan, alat-alat kedokteran dan lain-lain ke Eropa.
Kemajuan-kemajuan peradaban yang dialami bangsa Eropa juga dipengaruhi khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang pada priode klasik. Seperti yang diterangkan Badri Yatim (2008:108) Dalam buku Sejarah Peradaban islam, bahwa: “Kemajuan peradaban Eropa yang terus mengalami perkembangan sampai saat ini sebenarnya banyak dipengaruhi khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang pada priode klasik”.
Sebagaimana diketahui bahwa Andalusia merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa dalam menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian dan peradaban antar negara. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Andalusia ketika berada dibawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan Negara-negara tetangganya di Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains, di samping perkembangan dan kemajuan bangunan fisik.
Dalam bukunya ‘Sejarah Peradaban Islam’ Samsul Munir Amin, (2009:178). Menjelaskan bahwa:
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan-gerakan kebangkitan kembali (renaesance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa ini melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali kedalam bahasa latin.

Berdasarkan keterangan di atas dapat diambil pengertian bahwa ilmu pengetahuan atas Eropa menimbulkan gerakan kembali renesance pusaka yunani berlangsung sejak abad ke-12 M sampai abad ke-14 M melalui terjemahan Arab yang dipelajari dan diterjemahkan kedalam bahasa latin.
Demikian besarnya pengaruh pemikiran Ibn Rusyd di Eropa, sehingga melahirkan gerakan aliran pemikiran bebas yang disebut Averoisme. Berawal dari gerakan Aveoisme inilah di Eropa kemudian lahirnya reformasi pada abad ke-16 M, dan rasionalisme pada abad ke-17 M. mengenai hal ini (Badri Yatim, 2008:109) dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam, mengemukakan bahwa: “Pengaruh pemikiran Ibn Rusyd  berawal dari banyaknya para pemuda Kristen Eropa yang belajar di universitas di Andalusia. Setelah kembali ke negara masing-masing, orang Eropa mendirikan sekolah-sekolah dan universitas-universitas. Universitas pertama didirikan di Eropa pada tahun 1231 M”.
Selanjutnya Samsul Munir Amin, (2009:179) juga menjelaskan mengenai besarnya pengaruh peradaban Islam di Eropa sebagai berikut:
Demikian besarnya pengaruh peradaban Islam di Eropa, sehingga jika saja masyarakat Eropa tidak mempelajari peradaban-peradaban Islam, bukan tidak mustahil bahwa Eropa masih tertinggal di belakang dalam hal peradaban dunia. Bangsa Eropa maju dalam ilmu pengetahuan dan peradaban di karenakan orang Eropa belajar kepada kaum muslimin terutama melalui berbagai literature dari hasil karya kaum muslimin di Andalusia Spanyol.

            Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil pengertian bahwa peradaban Islam Spanyol memiliki pengaruh yang besar bagi Eropa, jika saja masyarakat Eropa tidak mempelajari peradaban-peradaban Islam, bukan tidak mustahil bahwa Eropa masih ketinggalan dalam hal peradaban dunia.

Sumber :

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta: Balai Pustaka
Supriadi, Dedi, 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia
Munir Amin, Drs. Samsul 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Hamzah.
 




PERANAN PRABU JAYABAYA DALAM MEMAJUKAN KERAJAAN KEDIRI DI BIDANG POLITIK DAN EKONOMI PADA TAHUN 1135-1157 M




Bidang Politik
Prabu Jayabaya adalah seorang tokoh sejarah, tokoh mistik, tokoh mitos, sekaligus tokoh legenda. Beliau dikenal di dalam sejarah sebagai raja yang bergelar Sang Mapanji Jayabaya Sri Darmaiswara Madusudana Wartanindita, raja di Mamenang. Beliau adalah putra mahkota raja Airlangga di kahuripan. Prabu Jayabaya adalah seorang sastrawan dan budayawan yang memerintahkan penulisan kitab Bharatayuda oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Hal ini sejalan dengan keterangan Marwati Djoenet Poesponegoro Nugroho Notosusanto (1990:257) sebagai berikut:

Monday, November 18, 2013



 Peranan Teuku Umar dalam Menentang Kolonial Belanda di Aceh Tahun 1873-1899

 1.      Peranan Teuku Umar dalam Menentang Kolonial Belanda di Aceh Tahun 1873-1899
Teuku Umar dilahirkan pada tahun 1854 di Meulaboh, Aceh Barat. Tanggal dan bulan kelahirannya tidak diketahui dengan pasti. Umar mempunyai saudara sebanyak enam orang, empat laki-laki dan dua perempuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Dumadi (1983:10) :
Teuku Umar dilahirkan pada tahun 1854 di Meulaboh, Aceh Barat. Tanggal dan bulan kelahirannya tidak diketahui dengan pasti. Ayahnya bernama Achmad Machmud, keturunan bangsawan Minangkabau. Ibunya  adik perempuan Uleebalang Meulaboh. Umar mempunyai saudara sebanyak enam orang, empat laki-laki dan dua perempuan.

Wednesday, July 10, 2013

Khalifah Al-Makmun


     Khalifah Al-Makmun                                                      

Al-Makmun merupakan salah satu Khalifah Bani Abbas yang paling terkemuka. Lahir pada tanggal 14 September 786 M, merupakan salah seorang putra Khalifah Harun Ar-Rasyid, hal ini sesuai dengan keterangan yang dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Makmun_Ar-Rasyid sebagai berikut.

Al-Makmun Ar-Rasyid (lahir 14 September 786 atau 15 Robiul Awal 170 H dan meninggal pada 9 Agustus 833) bergelar Abu al-Abbas dengan nama asli Abdullah bin ar-Rasyid bin al-Madi adalah seorang khalifah Bani Abbasiyah yang berkuasa pada tahun 813 sampai 833, ia meninggal pada usia 48 tahun. Al-Makmun

adalah putera dari Khalifah Harun Ar-Rasyid dan saudara dari khalifah sebelumnya Al-Amin.


adalah putera dari Khalifah Harun Ar-Rasyid dan saudara dari khalifah sebelumnya Al-Amin.

Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa Al-Makmun merupakan salah seorang Khalifah Bani Abbasiyah, putra dari Khalifah Harun Ar-Rasyid. Nama asli Al-Makmun sendiri adalah Abdullah bin ar-Rasyid bin al-Mahdi, berkuasa sejak tahun 813 hingga tahun 833 M dan wafat dalam usia 48 tahun.

Al-Makmun lahir tepat pada saat pamannya al-Mahdi wafat pada tahun 170 H hal ini sesuai dengan pendapat Syalabi (2008:115) bahwa ”Abdullah Abul-Abbas dilahirkan pada tahun 170H, dimalam kemangkatan pamannya Khalifah al-Hadi. Seperti yang telah disebutkan,al-Makmun dilahirkan enam bulan lebih dulu dari saudara sebapaknya al-Amin” dari pendapat tersebut dapat dimengerti bahwa Al-Makmun lahir pada saat pamannya al-Hadi wafat pada tahun 170 H. Al-Makmun lahir lebih awal setengah tahun dari saudara sebapaknya, Al-Amin.

Sebelum dibai’at menjadi Khalifah Al-Makmun sudah memiliki pengalaman  dalam perpolitikan pemerintahan Abbasiyah, bahkan sebelum menjadi Khalifah ia telah menjabat sebagai Wali atau Gubernur di Khurasan, hal ini berdasarkan keterangan yang dikutip dari http://www.khabarislam.com/al-mamun-khalifah-penyokong-ilmu-pengetahuan.html/10/05/2010 sebagai berikut.

Konflik itu semakin memburuk setelah Al-Amin yang menjadi khalifah memecat Al-Ma’mun dari posisi gubernur Khurasan. Al-Amin menunjuk puteranya untuk menggantikan posisi pamannya di Khurasan. Al-Makmun menganggap keputusan itu sebagai pelanggaran terhadap wasiat sang ayah, Harun Ar-Rasyid. Keduanya lalu berperang. Dengan bantuan pasukan Khurasan pimpinan Thahir bin Husain Al-Ma’mun berhasil mengalahkan kekuatan Al-Amin.

Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa sejak masa kekuasaan ayahnya, Harun Ar-Rasyid, Al-Makmun sudah diangkat menjadi wali atau gubernur di Khurasan, namun setelah Khalifah Harun Ar-Rasyid wafat, Khalifah Al-Amin yang menggantikan ayahnya sebagai Khalifah memecat Al-Makmun dari jabatannya sebagi gubernur Khurasan, sebagai penggantinya oleh Al-Amin diangkatlah puteranya sebagai wali atau gubernur di Khurasan. Pemecatan Al-Makmun dari jabatan wali di Khurasan ini mengakibatkan terjadinya konflik antara kedua putra Harun Ar-Rasyid ini,  sehingga pecahlah perang antara Al-Amin dan Al-Makmun, yang dimenangkan oleh Al-Makmun. Dengan kemenangan ini Al-Makmun kemudian dibai’at oleh umat sebagai Khalifah Daulah Abbasiyah .

Ketika dibai’at sebagai khalifah, usia Al-Makmun tergolong masih muda yaitu baru berusia 28 tahun, namun Al-Makmun mampu memerintah dengan sangat baik sehingga berhasil membawa pemerintahan Daulah Abbasiyah mencapai kemakmuran dan kemajuan, bahkan masa pemerintahannya lebih unggul dari pada  pemerintahan Harun Ar-Rasyid, itulah sebabnya pada masa pemerintahannya disebut sebagai puncak keemasan Daulah Abbasiyah. Hal ini sejalan dengan keterangan Buchori (2009:93-94), sebagai berikut.”setelah kematian Al-Amin, naiklah Al-Makmun sebagai khalifah pada tahun 813 M. Al-Makmun diangkat menjadi khalifah sewaktu berusia 28 tahun dan memerintah selama 20 tahun. Masa pemerintahannya dipandang sebagai masa keemasan yang melanjutkan kebesaran yang dicapai ayahnya, Harun ar-Rasyid”.

Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa Al-Makmun menjadi khalifah ketika masih berusia 28 tahun, bertepatan pada tahun 813 Masehi, setelah wafatnya Al-Amin, saudaranya. Al-Makmun memerintah selama 20 tahun, yang berhasil mempertahankan kejayaan yang pernah di capai oleh ayahnya, bahkan pada masanya jauh mengungguli ayahnya kebesaran ayahnya.

Pada masa Al-Makmun ibu kota Daulah Abbasiyah, Bagdad, sangat terkenal keseluruh penjuru dunia, karena selain sangat indah dan megah, Baghdad merupakan kota transit dunia ketika itu, juga karena kota ini sangat populer karena perkembangan ilmu pengetahuan, hal ini sesuai dengan pendapat Samsul Munir Amin dalam buku Sejarah Peradaban Islam, menyebutkan ” kota Bagdad sebagai pusat intelektual terdapat beberapa pusat aktivitas pengembangan ilmu, antara lain Baitul Hikmah, yaitu lembaga ilmu pengetahuan sebagai pusat pengkajian berbagai ilmu” ( 2009:147). Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa pada masa pemerintahan Al-Makmun kota Bagdad berkembang sebagai pusat ilmu pengetahuan.

Pada masa kekuasaan Khalifah Al-Makmun Daulah Abbasiyah mencapai masa keemasan dan kegemilangannya. Salah satu kemajuan yang menonjol pada masa pemerintahan Al-Makmun adalah terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat. Hal ini sesuai dengan pendapat Yatim (2008 : 53) sebagai berikut.

Al-Makmun, pengganti Ar-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa Al-Makmun merupakan Khalifah Abbasiyah yang memiliki perhatian yang besar terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, bahkan ia menggaji penerjemah-penerjemah dari kalangan non Islam untuk menerjemahkan buku-buku berbahasa Yunani serta membangun pusat penerjemahan yang fungsinya sekaligus sebagai perguruan tinggi dan perpustakaan, sehingga Bagdad, ibu kota Khilafah Abbasiyah menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan dunia.

Al-Makmun wafat sewaktu berlangsungnya perang di Tarsus, dalam usia yang belum terlalu tua, sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad Syalabi dalam buku Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, bahwa ”Al-Makmun wafat sewaktu sedang berperang di Tarsus tahun 218 H. Usianya saat itu 48 tahun” ( 2008:127). Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa Al-Makmun wafat pada tahun 218 H di usia 48 tahun.               

2.      Pemerintahan Abbasiyah

Pemerintahan Abbasiyah adalah pemerintahan Islam yang menaungi seluruh umat Islam setelah berakhirnya pemerintahan Khilafah bani Umayyah. Pemerintahan Abbasiyah biasanya disebut Khilafah Abbasiyah yaitu suatu sistem pemeritahan Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah yang menerapkan hukum-hukum Islam dalam pemerintahan negara dan diyakini sebagai penerus Nabi dalam hal pemerintahan dan kekuasaan. Pemerintahan Abbasiyah didirikan oleh Abul Abbas Ash-Saffah. Hal ini sesuai keterangan Samsul Munir Amin (2009:138) dalam buku Sejarah Peradaban Islam, sebagai berikut.”Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul Abbas Ash-Saffah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama dalam Khilafah Abbasiyah. Kekuasaan Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam waktu yang panjang, yaitu selama lima abad dari tahun 132-656 H (750-1258 M)”. Dari keterangan di atas dapat di pahami bahwa pemerintahan bani Abbasiyah didirikan oleh Abul Abbas Ash-Saffah pada tahun 656 Masehi dan pemerintahan ini berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama yakni dari tahun 132 sebagai pusat sampai tahun 656 Hijriah.

Pemerintahan Abbasiyah dinisbatkan dengan Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad SAW. Pendiri pemerintahan Abbasiyah ini merupakan keturunan paman nabi Muhammad Abbas bin Abdul Muthalib, yakni generasi keempat Abbas bin Abdul Muthalib. Hal ini sesuai dengan pendapat Amin (2009:138) yang menyatakan bahwa, ”Pemerintahan Abbasiyah dinisbatkan kepada Al-Abbas, paman Rasulullah SAW, sementara khalifah pertama dari pemeritahan ini adalah Abdullah Ash-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib”. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa pemerintahan Abbasiyah adalah suatu pemerintahan Islam yang didirikan oleh Abdullah Ash-Saffah keturunan Abbas bin Abdul Muthalib, Abbas sendiri adalah paman Nabi Muhammad SAW.

Pemerintahan Abbasiyah pada masa kekuasaan Khalifah Al-Makmun mecapai kejayaan, sehingga disebut sebagai masa keemasan Islam, hal ini sesuai dengan pendapat Buchori (2009 : 91) yang menyatakan bahwa ”Puncak kejayaan pemerintahan Bani Abbas berada pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid dan putranya, Al-Makmun, yang disebut ’Masa Keemasan Islam (The Golden Age of Islam)’”. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kejayaan pemerintahan Abbasiyah terjadi pada masa Harun Ar-Rasyid dan putranya Al-Makmun.

Khilafah Bani Abbas yang berabad-abad memainkan peranan penting akhirnya mengalami kemundurun setelah diserang oleh pasukan Mongol pimpinan Hulagu Khan, hal berdasarkan keterangan Amin (2009 : 156) sebagai berikut.

Akhir dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah dihancurkan oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan, 656 H/1258 M. Hulagu Khan adalah seorang saudara Kubilay Khan yang berkuasa di Cina hingga ke Asia Tenggara, dan saudaranya Mongke Khan yang menugaskannya untuk mengembalikan wilayah-wilayah sebelah Barat  dari Cina ke pangkuannya. Baghdad dibumi hanguskan dan diratakan dengan tanah. Khalifah Bani Abbasiyah di Baghdad yang terakhir dengan keluarganya, Al-Mu’tashim Billah dibunuh, buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah dibakar dan dibuang ke sungai Tigris sehingga berubahlah warna air sungai tersebut yang jernih bersih menjadi hitam kelam karena lunturan tinta yang ada pada buku-buku itu.

Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa pemerintahan Abbasiyah mengalami kemerosotan dan keruntuhan setelah mendapat serangan tentara Mongol pimpinan Hulagu Khan pada tahun 1258 M dengan terbunuhnya Khalifah Al-Mu’thasim Billah. Tentara Mongol juga melakukan pengrusakan-pengrusakan dan buku-buku yang ada di Bait al-Hikmah dibakar dan dibuang oleh pasukan barbar tersebut kesungai Tigris, akibat banyaknya buku yang dibuang ke sungai Tigris menyebabkan warna air sungai berubah menjadi hitam. 

3.      Pengertian Pemahaman

            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ”Pemahaman yaitu proses, pembuatan, cara memahami atau memahamkan” sedangkan kata ”Paham berarti mengerti benar akan atau tahu benar” (Depdikbud, 1997: 714). Sedangkan W.J.S. Poerwadarminta menyatakan paham adalah ”pengertian, pengetahuan banyak, mengerti benar, atau benar-benar memahami” (1976:714).

            Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa pengertian pemahaman adalah merupakan upaya untuk menemukan suatu kejelasan tentang permasalahan yang ditemukan supaya diketahui secara maksimal supaya menjadi paham dan dapat memahami dengan mengerti.

B  Hasil Penelitian yang Relevan

Dari hasil penelitian Hery Noordiansyah (2009) dengann judul Perebutan Kekuasaan Antara Khalifah Al-Amin Dengan Al-Ma'mun (810-813 M) Dan Dampaknya Bagi Dinasti Abbasiyah. Secara umum kesimpulan dari hasil penelitian ini disebutkan bahwa, di balik kesuksesan yang dicapai, Kalifah Harun ar-Rasyid juga berhadapan dengan kesulitan dalam mengatur masalah suksesi.Ar-Rasyid, seperti yang dilakukan ayahnya, memutuskan bahwa kekhalifahan harus diwariskan kepada putra yang terbaik. Akan tetapi, ia memberi peringatan agar konflik harus dihindarkan dengan memproklamasikan secara terbuka dan memperinci hak serta kewajiban para calon khalifah. Untuk memberikan aura kesakralan pada nominasi sukses ini, tokoh-tokoh penting Dinasti Abbasiyah pergi menunaikan ibadah haji tahun 186 H. (802 M).

Di kota suci Mekah inilah diadakan upacara formal perjanjian. Salah satu isi dari perjanjian ini adalah penabalan kedua putra khalifah, Muhammad ( yang kemudian bergelar al-Amin, 809-813) dan Abdullah (bergelar al-Ma'mun, 813-833) sebagai calon pengganti Khalifah ar-Rasyid secara berurutan. Perjanjian ini menentukan bahwa Muhammad akan menggantikan ayahnya sebagai khalifah, sementara Abdullah pada waktu yang bersamaan menjadi Gubernur Khurasan sebagai wilayah otonomi penuh secara militer dan secara ekonomi, terutama perpajakan. Meskipun perjanjian tersebut dimaksudkan untuk menghindari pertentangan antar kandidat, ternyata persaingan di antara keduanya tidak dapat dihindari.

Menjelang berakhirnya kekuasan Harun ar-Rasyid, pemerintah berhadapan dengan berbagai kerusuhan yang terjadi akibat adanya perebutan kekuasaan antara Khalifah al-Amin dan Khalifah al-Ma'mun. Ketegangan yang terjadi di antara keduanya mulai muncul dan berkembang berkaitan dengan status otonomi Propinsi Khurasan. Para perwira militer Khurasan yang berada di Baghdad mempengaruhi Khalifah al-Amin untuk menguasai propinsi penting ini.

Daftar Pustaka

Al-Usairy, Ahmad. 2007. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Penerjemah: Samson Rahman. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.

Amin, Samsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.

Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian. Jakarta: Balai Pustaka.

As-Suyuthi, Imam. Tarikh Khulafa’; Sejarah Para Penguasa Islam. 2010.  Penerjemah: Samson Rahman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Buchori, Didin Saefuddin. 2009. Sejarah Politik Islam. Jakarta:Pustaka Intermasa.

Depdikbud. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Depddikbud. 1995. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Balai Pustaka.

Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Metodologi Penelitian dan Penyusunan Skripsi. Jakarta.: PT Rineka Cipta.

Mage, Ruslan Ismail dan Gatut Priyowidodo. 2005. Kiat Sukses Menghadapi Pembimbing Skripsi dan Tesis. Jakarta: Citra Harta Prima.

Margono, S. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Murtiningsih, Wahyu. 2008. Biografi Para Ilmuwan Muslim. Yogyakarta: Insan Madani.

Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Soedjana.1975. Metode Statistik. Bandung: Tarsito.

Sunanto, Musyrifah. 2007. Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Kencana.

Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Surakhmat, Winarno. 1990. Pengantar Pendidikan Ilmiah. Bandung: Tarsito.

Syalabi, Ahmad. 2008. Sejarah dan Kebudayaan Islam 3. Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru.

Yatim, Badri. 1999. Sejarah Perdaban Islam. Yakarta: Rajawali Pers.