Wednesday, July 10, 2013

Khalifah Al-Makmun


     Khalifah Al-Makmun                                                      

Al-Makmun merupakan salah satu Khalifah Bani Abbas yang paling terkemuka. Lahir pada tanggal 14 September 786 M, merupakan salah seorang putra Khalifah Harun Ar-Rasyid, hal ini sesuai dengan keterangan yang dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Makmun_Ar-Rasyid sebagai berikut.

Al-Makmun Ar-Rasyid (lahir 14 September 786 atau 15 Robiul Awal 170 H dan meninggal pada 9 Agustus 833) bergelar Abu al-Abbas dengan nama asli Abdullah bin ar-Rasyid bin al-Madi adalah seorang khalifah Bani Abbasiyah yang berkuasa pada tahun 813 sampai 833, ia meninggal pada usia 48 tahun. Al-Makmun

adalah putera dari Khalifah Harun Ar-Rasyid dan saudara dari khalifah sebelumnya Al-Amin.


adalah putera dari Khalifah Harun Ar-Rasyid dan saudara dari khalifah sebelumnya Al-Amin.

Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa Al-Makmun merupakan salah seorang Khalifah Bani Abbasiyah, putra dari Khalifah Harun Ar-Rasyid. Nama asli Al-Makmun sendiri adalah Abdullah bin ar-Rasyid bin al-Mahdi, berkuasa sejak tahun 813 hingga tahun 833 M dan wafat dalam usia 48 tahun.

Al-Makmun lahir tepat pada saat pamannya al-Mahdi wafat pada tahun 170 H hal ini sesuai dengan pendapat Syalabi (2008:115) bahwa ”Abdullah Abul-Abbas dilahirkan pada tahun 170H, dimalam kemangkatan pamannya Khalifah al-Hadi. Seperti yang telah disebutkan,al-Makmun dilahirkan enam bulan lebih dulu dari saudara sebapaknya al-Amin” dari pendapat tersebut dapat dimengerti bahwa Al-Makmun lahir pada saat pamannya al-Hadi wafat pada tahun 170 H. Al-Makmun lahir lebih awal setengah tahun dari saudara sebapaknya, Al-Amin.

Sebelum dibai’at menjadi Khalifah Al-Makmun sudah memiliki pengalaman  dalam perpolitikan pemerintahan Abbasiyah, bahkan sebelum menjadi Khalifah ia telah menjabat sebagai Wali atau Gubernur di Khurasan, hal ini berdasarkan keterangan yang dikutip dari http://www.khabarislam.com/al-mamun-khalifah-penyokong-ilmu-pengetahuan.html/10/05/2010 sebagai berikut.

Konflik itu semakin memburuk setelah Al-Amin yang menjadi khalifah memecat Al-Ma’mun dari posisi gubernur Khurasan. Al-Amin menunjuk puteranya untuk menggantikan posisi pamannya di Khurasan. Al-Makmun menganggap keputusan itu sebagai pelanggaran terhadap wasiat sang ayah, Harun Ar-Rasyid. Keduanya lalu berperang. Dengan bantuan pasukan Khurasan pimpinan Thahir bin Husain Al-Ma’mun berhasil mengalahkan kekuatan Al-Amin.

Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa sejak masa kekuasaan ayahnya, Harun Ar-Rasyid, Al-Makmun sudah diangkat menjadi wali atau gubernur di Khurasan, namun setelah Khalifah Harun Ar-Rasyid wafat, Khalifah Al-Amin yang menggantikan ayahnya sebagai Khalifah memecat Al-Makmun dari jabatannya sebagi gubernur Khurasan, sebagai penggantinya oleh Al-Amin diangkatlah puteranya sebagai wali atau gubernur di Khurasan. Pemecatan Al-Makmun dari jabatan wali di Khurasan ini mengakibatkan terjadinya konflik antara kedua putra Harun Ar-Rasyid ini,  sehingga pecahlah perang antara Al-Amin dan Al-Makmun, yang dimenangkan oleh Al-Makmun. Dengan kemenangan ini Al-Makmun kemudian dibai’at oleh umat sebagai Khalifah Daulah Abbasiyah .

Ketika dibai’at sebagai khalifah, usia Al-Makmun tergolong masih muda yaitu baru berusia 28 tahun, namun Al-Makmun mampu memerintah dengan sangat baik sehingga berhasil membawa pemerintahan Daulah Abbasiyah mencapai kemakmuran dan kemajuan, bahkan masa pemerintahannya lebih unggul dari pada  pemerintahan Harun Ar-Rasyid, itulah sebabnya pada masa pemerintahannya disebut sebagai puncak keemasan Daulah Abbasiyah. Hal ini sejalan dengan keterangan Buchori (2009:93-94), sebagai berikut.”setelah kematian Al-Amin, naiklah Al-Makmun sebagai khalifah pada tahun 813 M. Al-Makmun diangkat menjadi khalifah sewaktu berusia 28 tahun dan memerintah selama 20 tahun. Masa pemerintahannya dipandang sebagai masa keemasan yang melanjutkan kebesaran yang dicapai ayahnya, Harun ar-Rasyid”.

Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa Al-Makmun menjadi khalifah ketika masih berusia 28 tahun, bertepatan pada tahun 813 Masehi, setelah wafatnya Al-Amin, saudaranya. Al-Makmun memerintah selama 20 tahun, yang berhasil mempertahankan kejayaan yang pernah di capai oleh ayahnya, bahkan pada masanya jauh mengungguli ayahnya kebesaran ayahnya.

Pada masa Al-Makmun ibu kota Daulah Abbasiyah, Bagdad, sangat terkenal keseluruh penjuru dunia, karena selain sangat indah dan megah, Baghdad merupakan kota transit dunia ketika itu, juga karena kota ini sangat populer karena perkembangan ilmu pengetahuan, hal ini sesuai dengan pendapat Samsul Munir Amin dalam buku Sejarah Peradaban Islam, menyebutkan ” kota Bagdad sebagai pusat intelektual terdapat beberapa pusat aktivitas pengembangan ilmu, antara lain Baitul Hikmah, yaitu lembaga ilmu pengetahuan sebagai pusat pengkajian berbagai ilmu” ( 2009:147). Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa pada masa pemerintahan Al-Makmun kota Bagdad berkembang sebagai pusat ilmu pengetahuan.

Pada masa kekuasaan Khalifah Al-Makmun Daulah Abbasiyah mencapai masa keemasan dan kegemilangannya. Salah satu kemajuan yang menonjol pada masa pemerintahan Al-Makmun adalah terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat. Hal ini sesuai dengan pendapat Yatim (2008 : 53) sebagai berikut.

Al-Makmun, pengganti Ar-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa Al-Makmun merupakan Khalifah Abbasiyah yang memiliki perhatian yang besar terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, bahkan ia menggaji penerjemah-penerjemah dari kalangan non Islam untuk menerjemahkan buku-buku berbahasa Yunani serta membangun pusat penerjemahan yang fungsinya sekaligus sebagai perguruan tinggi dan perpustakaan, sehingga Bagdad, ibu kota Khilafah Abbasiyah menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan dunia.

Al-Makmun wafat sewaktu berlangsungnya perang di Tarsus, dalam usia yang belum terlalu tua, sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad Syalabi dalam buku Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, bahwa ”Al-Makmun wafat sewaktu sedang berperang di Tarsus tahun 218 H. Usianya saat itu 48 tahun” ( 2008:127). Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa Al-Makmun wafat pada tahun 218 H di usia 48 tahun.               

2.      Pemerintahan Abbasiyah

Pemerintahan Abbasiyah adalah pemerintahan Islam yang menaungi seluruh umat Islam setelah berakhirnya pemerintahan Khilafah bani Umayyah. Pemerintahan Abbasiyah biasanya disebut Khilafah Abbasiyah yaitu suatu sistem pemeritahan Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah yang menerapkan hukum-hukum Islam dalam pemerintahan negara dan diyakini sebagai penerus Nabi dalam hal pemerintahan dan kekuasaan. Pemerintahan Abbasiyah didirikan oleh Abul Abbas Ash-Saffah. Hal ini sesuai keterangan Samsul Munir Amin (2009:138) dalam buku Sejarah Peradaban Islam, sebagai berikut.”Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul Abbas Ash-Saffah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama dalam Khilafah Abbasiyah. Kekuasaan Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam waktu yang panjang, yaitu selama lima abad dari tahun 132-656 H (750-1258 M)”. Dari keterangan di atas dapat di pahami bahwa pemerintahan bani Abbasiyah didirikan oleh Abul Abbas Ash-Saffah pada tahun 656 Masehi dan pemerintahan ini berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama yakni dari tahun 132 sebagai pusat sampai tahun 656 Hijriah.

Pemerintahan Abbasiyah dinisbatkan dengan Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad SAW. Pendiri pemerintahan Abbasiyah ini merupakan keturunan paman nabi Muhammad Abbas bin Abdul Muthalib, yakni generasi keempat Abbas bin Abdul Muthalib. Hal ini sesuai dengan pendapat Amin (2009:138) yang menyatakan bahwa, ”Pemerintahan Abbasiyah dinisbatkan kepada Al-Abbas, paman Rasulullah SAW, sementara khalifah pertama dari pemeritahan ini adalah Abdullah Ash-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib”. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa pemerintahan Abbasiyah adalah suatu pemerintahan Islam yang didirikan oleh Abdullah Ash-Saffah keturunan Abbas bin Abdul Muthalib, Abbas sendiri adalah paman Nabi Muhammad SAW.

Pemerintahan Abbasiyah pada masa kekuasaan Khalifah Al-Makmun mecapai kejayaan, sehingga disebut sebagai masa keemasan Islam, hal ini sesuai dengan pendapat Buchori (2009 : 91) yang menyatakan bahwa ”Puncak kejayaan pemerintahan Bani Abbas berada pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid dan putranya, Al-Makmun, yang disebut ’Masa Keemasan Islam (The Golden Age of Islam)’”. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kejayaan pemerintahan Abbasiyah terjadi pada masa Harun Ar-Rasyid dan putranya Al-Makmun.

Khilafah Bani Abbas yang berabad-abad memainkan peranan penting akhirnya mengalami kemundurun setelah diserang oleh pasukan Mongol pimpinan Hulagu Khan, hal berdasarkan keterangan Amin (2009 : 156) sebagai berikut.

Akhir dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah dihancurkan oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan, 656 H/1258 M. Hulagu Khan adalah seorang saudara Kubilay Khan yang berkuasa di Cina hingga ke Asia Tenggara, dan saudaranya Mongke Khan yang menugaskannya untuk mengembalikan wilayah-wilayah sebelah Barat  dari Cina ke pangkuannya. Baghdad dibumi hanguskan dan diratakan dengan tanah. Khalifah Bani Abbasiyah di Baghdad yang terakhir dengan keluarganya, Al-Mu’tashim Billah dibunuh, buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah dibakar dan dibuang ke sungai Tigris sehingga berubahlah warna air sungai tersebut yang jernih bersih menjadi hitam kelam karena lunturan tinta yang ada pada buku-buku itu.

Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa pemerintahan Abbasiyah mengalami kemerosotan dan keruntuhan setelah mendapat serangan tentara Mongol pimpinan Hulagu Khan pada tahun 1258 M dengan terbunuhnya Khalifah Al-Mu’thasim Billah. Tentara Mongol juga melakukan pengrusakan-pengrusakan dan buku-buku yang ada di Bait al-Hikmah dibakar dan dibuang oleh pasukan barbar tersebut kesungai Tigris, akibat banyaknya buku yang dibuang ke sungai Tigris menyebabkan warna air sungai berubah menjadi hitam. 

3.      Pengertian Pemahaman

            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ”Pemahaman yaitu proses, pembuatan, cara memahami atau memahamkan” sedangkan kata ”Paham berarti mengerti benar akan atau tahu benar” (Depdikbud, 1997: 714). Sedangkan W.J.S. Poerwadarminta menyatakan paham adalah ”pengertian, pengetahuan banyak, mengerti benar, atau benar-benar memahami” (1976:714).

            Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa pengertian pemahaman adalah merupakan upaya untuk menemukan suatu kejelasan tentang permasalahan yang ditemukan supaya diketahui secara maksimal supaya menjadi paham dan dapat memahami dengan mengerti.

B  Hasil Penelitian yang Relevan

Dari hasil penelitian Hery Noordiansyah (2009) dengann judul Perebutan Kekuasaan Antara Khalifah Al-Amin Dengan Al-Ma'mun (810-813 M) Dan Dampaknya Bagi Dinasti Abbasiyah. Secara umum kesimpulan dari hasil penelitian ini disebutkan bahwa, di balik kesuksesan yang dicapai, Kalifah Harun ar-Rasyid juga berhadapan dengan kesulitan dalam mengatur masalah suksesi.Ar-Rasyid, seperti yang dilakukan ayahnya, memutuskan bahwa kekhalifahan harus diwariskan kepada putra yang terbaik. Akan tetapi, ia memberi peringatan agar konflik harus dihindarkan dengan memproklamasikan secara terbuka dan memperinci hak serta kewajiban para calon khalifah. Untuk memberikan aura kesakralan pada nominasi sukses ini, tokoh-tokoh penting Dinasti Abbasiyah pergi menunaikan ibadah haji tahun 186 H. (802 M).

Di kota suci Mekah inilah diadakan upacara formal perjanjian. Salah satu isi dari perjanjian ini adalah penabalan kedua putra khalifah, Muhammad ( yang kemudian bergelar al-Amin, 809-813) dan Abdullah (bergelar al-Ma'mun, 813-833) sebagai calon pengganti Khalifah ar-Rasyid secara berurutan. Perjanjian ini menentukan bahwa Muhammad akan menggantikan ayahnya sebagai khalifah, sementara Abdullah pada waktu yang bersamaan menjadi Gubernur Khurasan sebagai wilayah otonomi penuh secara militer dan secara ekonomi, terutama perpajakan. Meskipun perjanjian tersebut dimaksudkan untuk menghindari pertentangan antar kandidat, ternyata persaingan di antara keduanya tidak dapat dihindari.

Menjelang berakhirnya kekuasan Harun ar-Rasyid, pemerintah berhadapan dengan berbagai kerusuhan yang terjadi akibat adanya perebutan kekuasaan antara Khalifah al-Amin dan Khalifah al-Ma'mun. Ketegangan yang terjadi di antara keduanya mulai muncul dan berkembang berkaitan dengan status otonomi Propinsi Khurasan. Para perwira militer Khurasan yang berada di Baghdad mempengaruhi Khalifah al-Amin untuk menguasai propinsi penting ini.

Daftar Pustaka

Al-Usairy, Ahmad. 2007. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Penerjemah: Samson Rahman. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.

Amin, Samsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.

Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian. Jakarta: Balai Pustaka.

As-Suyuthi, Imam. Tarikh Khulafa’; Sejarah Para Penguasa Islam. 2010.  Penerjemah: Samson Rahman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Buchori, Didin Saefuddin. 2009. Sejarah Politik Islam. Jakarta:Pustaka Intermasa.

Depdikbud. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Depddikbud. 1995. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Balai Pustaka.

Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Metodologi Penelitian dan Penyusunan Skripsi. Jakarta.: PT Rineka Cipta.

Mage, Ruslan Ismail dan Gatut Priyowidodo. 2005. Kiat Sukses Menghadapi Pembimbing Skripsi dan Tesis. Jakarta: Citra Harta Prima.

Margono, S. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Murtiningsih, Wahyu. 2008. Biografi Para Ilmuwan Muslim. Yogyakarta: Insan Madani.

Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Soedjana.1975. Metode Statistik. Bandung: Tarsito.

Sunanto, Musyrifah. 2007. Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Kencana.

Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Surakhmat, Winarno. 1990. Pengantar Pendidikan Ilmiah. Bandung: Tarsito.

Syalabi, Ahmad. 2008. Sejarah dan Kebudayaan Islam 3. Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru.

Yatim, Badri. 1999. Sejarah Perdaban Islam. Yakarta: Rajawali Pers.

No comments:

Post a Comment