Friday, December 13, 2013

DEIKSIS

    Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar(pembaca). Sebagai akibat studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan- tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri.  Pragmatik adalah kajian tentang penggunaan bahasa sesungguhnya. Pragmatik mencakup bahasan tentang deiksis, praanggapan tindak tutur dan implikatur percakapan. Deiksis adalah kata yang tidak memiliki referen yang tetap(tetapi berubah-ubah). Seperti kata saya, sini, sekarang. Misalnya dalam dialog antara A dan B, saya secara bergantian mengacuh kepada A dan B. kata sini mengacuh kepada tempat yang dekat dengan penutur, kata sekarang mengacuh kepada waktu ketika penutur sedang berbicara.

    Praanggapan mengacuh kepada makna tersirat yang “mendahului” makna kalimat yang terucapkan(tertulis). Makna ini dapat ditangkap dan disimpulkan oleh pendengar( pembaca). Kalau kita mendengar ujaran “ibunya sedang sakit”  maka “makna lain” yang bisa ditangkap yaitu dia mempunyai ibu,inilah yang disebut praanggapan. Untuk melihat kebenarannya, kita dapat menggabungkan rmempunyai ibu,ibunya sedang sakit”. Tetapi, praanggapan itu akan janggal jika ditempatkan di belakang.
Deiksis adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan keniscayaan hadirnya acuan ini dalam suatu informasi. Menariknya,meski deiksis ini  erat kaitannya dalam konteks berbahasa,namun tidak masuk dalam kajian pragmatic karena sifatnya yang teramat penting dalam memahami makna semantik. Dengan kata lain deiksis merupakan ikhtiar dari semantik.

Pengertian Deiksis

    Dalam KBBI(2005:245), deiksis diartikan hal atau fungsi menunjuk sesuatu di luar bahasa atau kata yang mengacuh kepada persona, waktu, dan tempat suatu tuturan. Dalam kegiatan berbahasa kata-kata atau frasa-frasa yang mengacuh kepada beberapa hal tersebut penunjukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung kepada siapa yang menjadi pembicara, saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu. Kata-kata seperti saya, dia, kamu merupakan kata-kata yang penunjukannya berganti-ganti. Rujukan kata-kata tersebut barulah dapat diketahui siapa, di mana, dan kapan kata-kata itu diucapkan. Dalam kajian linguistik istilah penunjukan semacam itu disebut DEIKSIS.
    Kata deiksis berasal dari kata yunani deiktikos yang berarti “hal yang menunjuk secara langsung”. Dalam bahasa yunani, deiksis merupakan istilah teknis untuk salah satu hal mendasar yang dilakukan dalam tuturan. Sedangkan istilah deiktikos  yang dipergunakan oleh tata bahasa yunani dalam pengertian sekarang kita sebut kata ganti demonstratif.
    Deiksis dapat juga diartikan sebagai lokasi atau identifikasi orang, objek, peristiwa, proses atau kegiatan yang sedang dibicarakan atau ang sedang diacuh dalam hubungannya dengan dimensi ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara atau orang yang diajak bicara (lyion, 1977: 637 via Djajasudarma, 1993:43).
    Pengertian deiksis dibedakan dengan pengertian anafora. Deiksis dapat diartikan sebagai luar tuturan, dimana yang menjadi pusat orientasi deiksis senantiasa  si pembicara, yang tidak merupakan unsur di dalam bahasa itu sendiri, sedangkan anafora merujuk pada tuturan baik yang mengacuh kata yang berada di belakang maupun mengacuh kata yang berada di depan.   


Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa deiksis adalah bentuk bahasa baik berupa kata maupun yang lainnya yang berfungsi sebagai penunjuk hal atau fungsi tertentu di luar bahasa. Dengan kata lain, sebuah bentuk bahasa bisa  dikatakan bersifat deiksis apabila acuan/rujukan/referennya dapat berpindah-pindah atau berganti-ganti pada siapa yang menjadi si pembicara dan bergantung pula pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Jadi deiksis merupakan kata-kata yang tidak memiliki referen yang tetap. Seperti contoh dialog berikut ini:
    Ani : saya akan ke bandung minggu depan, kalau kamu?
    Ali : kalau saya santai di rumah.

    Kata saya  di atas sebagai kata  ganti dua orang. Kata pertama adalah kata ganti dari ani sedangkan kata kedua sebagai kata ganti ali. Dari contoh di atas, tampak kata saya  memiliki referen yang berpindah-pindah sesuai dengan konteks pembicaraan serta situasi berbahasa.

Jenis-Jenis Deiksis
    Sesuatu yang ditunjuk oleh deiksis disebut anteseden. Dilihat dari antesedennya, deiksis dibedakan menjadi lima jenis yakni, deiksis persona, deksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, deiksis sosial.
Deiksis persona
    Deiksis persona berkaitan dengan peran peserta yang terlibat dalam peristiwa berbahasa. Deiksis ini biasanya digunakan sebagai kata ganti orang. Menurut pendapat Becker dan Oka dalam Purwo (1984:21) deiksis persona merupakan dasar orientasi bagi deiksis ruang dan tempat serta waktu. Deiksis persona atau bisa juga disebut deiksis orang memakai kata ganti diri, dinamakan demikian karena fungsinya menggantikan diri orang. Bahasa Indonesia hanya mengenal pembagian kata ganti persona menjadi tiga. Diantara kata ganti persona itu hanya kata ganti persona pertama dan kedua yang menyatakan orang sedangkan kata ganti persona ketiga dapat menyatakan orang maupun benda (termasuk hewan). Referen yang ditunjuk oleh kata ganti persona berganti-ganti tergantung pada peranan yang dibawakan oleh peserta tindak tutur. Orang yang sedang berbicara mendapat peranan yang disebut persona pertama. Apabila dia tidak berbicara lagi dan kemudian menjadi pendengar maka ia disebut persona kedua. Orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan atau yang hadir dekat dengan tempat pembicaraan disebut persona ketiga.
    Contoh ketiga macam deiksis persona di atas adalah sebagai berikut:
    Said : tahun baru nanti kamu mau kemana?
    Andi : Aku mau liburan ke bali. Kalau kamu?
    Said : Aku juga mau ke bali
Dika : mereka semua pergi. Aku kesepian deh(guman dika dalam hati)        
deiksis tempat
Deiksis tempat menyatakan pemberian bentuk kepada tempat, dipandang dari lokasi pemeran dalam peristiwa berbahasa, yang meliputi : (a) yang dekat dengan pembicara  (di sini), (b) yang jauh dari pembicara tetapi dekat dengan pendengar (di situ), (c) yang jauh dari pembicara maupun pendengar.
Di bawah ini masing- masing contohnya :
(a)    Duduklah bersamaku di sini!
(b)    Letakkan bukumu di situ(atas meja)!
(c)    Aku akan menemuimu di sana!


Deiksis waktu
    Deiksis waktu berkaitan dengan pengungkapan jarak waktu pandang dari waktu suatu tuturan yang dilakukan oleh pembicara ; sekarang, kemarin, lusa, dsb.
Contoh deiksis waktu:
(a)    Nanti siang aku akan ke kampus
(b)    Lusa nanti ibu akan datang menemui ku
(c)    Bulan juli nanti mungkin buah rambutan akan panen
Kata nanti apabila dirangkaikan pada kata pagi,siang,sore atau malam tidak dapat memiliki jangkauan ke depan lebih dari satu hari sedangkan dalam rangkaian dengan nama bulan kata nanti dapat mempunyai jangkauan ke depan yang lebih jauh.
Deiksis Wacana  
    Deiksis wacana merupakan deiksis yang mengacuh kepada apa yang terdapat dalam wacana. Berdasarkan posisi antesedennya, deiksis wacana terbagi menjadi dua, yaitu anafora dan katafora. Salah satu yang termasuk kata anafora adalah: yang pertama, berikut ini, dsb  Sedangkan yang termasuk katafora adalah: tersebut, demikian, dsb. 
Contoh anafora:
    Pempek adalah makanan khas dan telah menjadi icon dari kota Palembang. Rasanya sangat enak tidak heran kalau banyak sekali penggemarnya. Dan berikut ini merupakan bahan-bahan dari pembuatan pempek ada sagu, tepung, ikan tenggiri dll.
Contoh katafora:
    Demikian atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih.

Deiksis sosial   
    Deiksis sosial mengungkapkan perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat yang terdapat antara para partisipan dalam peristiwa berbahasa, terutama yang berhubungan dengan aspek budayanya. Adanya deiksis ini menyebabkan kesopanan atau etikat berbahasa. Contohnya suatu masyarakat menganggap kata “bunting” itu perkataan kasar. Tapi menurut masyarakat lain kata itu biasa-biasa saja.
    Kaitannya dalam kehidupan sehari-hari, yang perlu diperhatikan ialah bagaimana menggunakan semua deiksis ini dengan tepat. Dengan perkataan lain dala suatu perstiwa berbahasa pemakai bahasa dituntut dapat menggunakan deiksis sesuai dengan kadar social dan santun berbahasa yang tepat.  
 












No comments:

Post a Comment